Mengkaji Ulang Disinfectant Chamber
Beberapa malam lalu, menjelang tengah malam. Whattsapp saya berbunyi
“Ndar, masih bangun?” Sebuah pertanyaan retoris, dia tahu saya belum tidur, sebagai sales yang fokus di Africa Market, jam 11:00 malam di Indonesia, adalah jam kerja rutin saya.
“Yes, whats up ?”
“Kita bisa telpon?”
“Ok, wait a while”
Setelah pindah dari laptop ke hape
“Ndar, kamu bikin Disinfectant Chamber untuk Africa kan? Bisa tolong kamu coba tawarkan itu ke rumah sakit - rumah sakit kita?”
“Ndar, kamu bikin Disinfectant Chamber untuk Africa kan? Bisa tolong kamu coba tawarkan itu ke rumah sakit - rumah sakit kita?”
“WHAT!! Kamu serious ini!, bukankah big boss dan organisasi kalian memberikan edaran ke masyarakat bahwa Disinfectant Chamber itu tidak disarankan, belum terbukti efektif terhadap virus, menyebabkan iritasi kulit, dan semua teori-teori yang benar, tapi gak ada hubungannya dengan perang melawan Covid 19, tapi yang pasti masyarakat berhenti dan meninggalkan ‘mesin perang terakhir’ yang bisa mereka create, tapi kalian sendiri tidak memberikan solusi atau mesin perang pengganti yang lebih baik.
“Come on Ndar, aku tahu kamu bisa berpikir dan menyusun semua logika dan punya banyak guru, senior, rekan untuk menguji semua logika itu sebelum sebuah keputusan / inisiatif di susun dan di execusi. Kita semua lagi butuh hal itu.
———————————————————————————————————————-
Yang menelepon di tengah malam adalah rekan yang saya sudah kenal lama. Pejabat di Kementrian Kesehatan negara tercinta kita ini. Dan seperti kita ketahui, pemerintah memberikan edaran bahwa Disinfectant Chamber itu berbahaya bla bla bla, tapi gak ada solusi pengganti terhadap ‘mesin perang’ ciptaan masyarakat terhadap musuh si Covid-19 ini. Dan tiga subuh berikut setelah telpon tengah malam itu, jadwal saya adalah diskusi online detail dengan dua Profesor dari kampus, satu teman dari kecil yang sekarang menjadi Dokter (dan calon Doktor) ternama, satu dokter kepala puskesmas, dan tentu saja sang teman pejabat diatas. Di ujung tiga subuh diskusi maraton itu, seorang Profesor yang saya anggap orangtua saya sendiri memberi ‘perintah’ “Ndar, tulis dan susun semua logika ini dalam sebuah artikel yang mudah dicerna orang awam.”
Bagaimana bisa menolak permintaan dari orang tua kita? Anda ‘nikmati’ saja ya.
————————————————————————————————————————
Maka izinkan saya menulis sebuah artikel dengan mengurai logika satu persatu. Dan kalau pijakan logis itu runtuh, maka tulisan / bahasan berikutnya, runtuh. Tapi Jika logika dasar itu anda pahami, anda harus gentleman untuk ikut terus ke bahasan berikutnya.
Well, maaf dulu, ini tulisan untuk yang punya logika aja. Kalau anda bungkus diri anda dengan kepentingan dan aliran politik, cebong, kampret dan semua binatang lainnya. SEBAIKNYA ANDA JANGAN TERUSKAN MEMBACANYA.
- Banyak Paramedis yang berguguran sebagai pejuang melawan Covid 19
Saya harus memulai dari sini dulu, karena hal ini pula yang menjadi driving force telpon dari teman si pejabat tadi, menjelang tengah malam. Karena bagi kami itu sebuah anomali yang harus ditelusuri, bagaimana itu bisa terjadi. HAZMAT SUIT dan / atau pakaian paramedis yang bisa sampai 5 lapis itu, di desain untuk kedap. Tidak bisa di tembus. Jadi kalau si pemakai terpapar virus dan anda menyusun logika bahwa bisa-bisa pakaian itu ada yang bocor. Berarti anda :
- tidak kenal Polietilen atau plastik sebagai salah satu bahan Hazmat.
- Anda harus menyusun logika bahwa 5 lapis pakaian bisa bocor bersamaan di area yang persis sama, dari luar sampai ke kulit si pemakai. Dimana itu 99,9% impossible!
Untuk anda yang ‘awam’, Polietilen adalah plastik yang sehari-hari anda pakai, hmmm plastik bungkus gula lah yang mudahnya. Apakah bisa anda terima secara logika biasa, jika 5 lapis plastik gula membungkus anda, lalu KELIMA-LIMANYA BOCOR di area yang sama sehingga benda dari luar bisa masuk dan menyentuh kulit anda?
catatan: pada titik ini, kita ambil satu data: paramedis tersayang kita itu terpapar bukan karena si pakaian itu bocor! Atau quality issue.
Kita harus cari chance lain, kenapa itu bisa terjadi.
B. CORONA itu sebuah VIRUS
a. VIRUS Corona dan banyak virus lainnya, adalah sebuah ‘gugus lemak’
Dan yang paling baik untuk menghilangkan lemak adalah sabun. Makanya kita disarankan untuk mencuci tangan sesering mungkin dengan sabun. Sabun akan mengikat virus (sebagai lemak) dan membawanya pergi bersama air.
b. Virus itu butuh inang untuk dia bisa hidup (belum tentu dia bisa ke fase berkembang), tapi cukup di fasa hidup, TIDAK mati. Bisa jadi dalam bentuk hibernasi, pingsan atau apapun. Tapi tidak mati. Si inang itu adalah yang bisa mensupply asam amino untuk si virus.
C. YANG MENAKUTKAN dari Corona adalah kemampuan dia bertahan di benda mati seperti stainless steel, kaca, kertas, plastic, kain, kayu dll.
Silahkan anda sejenak lihat sekeliling, raba baju anda, raba laptop dan mouse anda, meja kerja anda, pagar rumah anda, buku anda. Mana benda-benda tersebut yang terbebas dari opsi-opsi diatas: sebuah kaca, kertas, plastic, kain, logam
Dan bukankah baju hazmat dan pakaian paramedis lainnya, mulai dari penutup kepala sampai sepatu itu terbuat dari plastik?
Hari kedua diskusi ini, saya dikejutkan dengan supply link sebagai rujukan dari teman si pejabat. Anda sebaiknya buka sendiri juga;
Point utama dari artikel itu adalah; Ditemukan bahwa JEJAK SEPATU paramedis yang bertugas di area isolasi, PENUH DENGAN VIRUS CORONA.
Kita ulangi agar tegas; JEJAK SEPATU, apalagi kalau anda berpikir ke sarung tangan beliau-beliau ini.
D. Belum ada obat dan prosedur paling jitu atau bahasa dagang, udah di akreditasi negara atau FDA, BPOM dll dalam mengatasi Covid-19.
Kalau anda berharap setiap ada alternative solusi dalam perang ini, lalu anda tanya/tagih, mana bukti sudah terakreditasi/di approve oleh negara? Sepertinya anda memang gak punya logika yang kuat. Karena kalau semua sudah jelas dan terlihat mudah, Dunia tidak akan di lock down!
Lalu apa hubungannya dengan Disinfectant Chamber?
Simplenya, teman si pejabat berharap ada Disinfectant Chamber tersedia pas di depan pintu keluar dari Ruang isolasi dan fasilitas Kesehatan terdepan seperti Puskesmas. Akan lebih baik kalau gedungnya terpisah.
Dalam kesehariannya, Apakah mereka perlu ke luar gedung? Kenapa gak di dalam aja, dan ganti semua baju di dalam sebelum melangkah keluar?
Dari ‘skenario-skenario’ yang mungkin sekali terjadi di keseharian, sepertinya agak mustahil rasanya dalam 24 jam kali sekian hari kali sekian minggu, sengaja atau tidak sengaja, paramedis yang bertugas di area Covid 19, tidak harus keluar ruangan mereka.
- kadang mereka ‘harus’ berlari keluar, memanggil rekan di ambulan. Maka aktivitas membuka handle pintu, jejak sepatu di lantai, gesekan baju medis di pintu dan dinding adalah sebuah peluang untuk berpindahnya virus.
Dan ini tersambung pada satu data dari teman salah satu kontributor tulisan ini, seorang dokter specialist yang sedang menempuh program Doktornya, “Ndar, justru paramedis yang banyak jadi korban Covid-19 adalah mereka yang tidak jadi petugas di Pandemi ini”
Alur logika kami mengarah pada skenario diatas, lantai yang baru saja di lewati oleh sepatu si petugas yang ada di gugus tugas Covid-19, tidak sengaja di injak oleh petugas lain yang bukan gugus tugas Covid-19. Dan saya harap pembaca cukup bisa mengembangkan pikiran bahwa skenario terinjak diatas bisa berupa, tersentuh dinding yang sama, gagang pintu yang sama dan seterusnya. Dan di titik ini, kami membayangkan bahaya yang mengintai justru paramedis-paramedis ‘penyakit umum’ seperti Puskesmas, yang mereka tidak tahu apakah pasien di hadapan mereka ini akan mengarah ke sakit biasa atau Covid-19.
- Saat paramedis kita ini mengganti baju, pada satu titik, tetap sangat memungkinkan baju itu harus dibuka dengan tangan, atau menyentuh lantai (saya sengaja ambil kata menyentuh lantai ‘DOANG’, dibanding kata tergeletak di lantai), dan silahkan anda sambungkan dengan jurnal JEJAK SEPATU diatas.
Nah di titik ini logika dan permintaan teman si pejabat jadi masuk akal
“Ndar, coba kalau begitu keluar ruang isolasi, kami masuk Disinfection Chamber dan di semprot dulu pakaian terluar kami ini.” Skenario ada virus tertinggal di lantai, gagang pintu, dinding rumah sakit, jadi berkurang, DRASTIS.
Dan permintaan / kebutuhan Disinfectant Chambers akan meningkat kalau kita mempertimbangkan tenaga medis ‘biasa’ (bukan yang ditugaskan khusus di perang ini), seperti Puskesmas. Karena mereka lebih rentan, berhadapan dengan musuh yang belum jelas.
IMBAUAN UNTUK TIDAK MENGGUNAKAN DISINFECTANT CHAMBER
Mari kita masuk ke wilayah ini, maaf kalau sensitif, dan mohon maaf sebelumnya kepada teman-teman di pemerintahan. Kami hanya warga masyarakat yang juga ingin bertahan hidup. Kami percayakan nasib kami pada kalian, tetapi mohon maaf, ketika kalian di awal Januari berkata “Ah ini kan cuma flu” dan malah memberikan discount untuk turis asing masuk. Lalu tiba-tiba dalam waktu beberapa minggu mengambil kebijakan untuk lock down.
Well, itu adalah sebuah kebijakan bumi dan Langit bedanya. Kebijakan yang berbeda bumi dan langit, mengarah pada pertanyaan: anda mengerti apa yang ada hadapi gak sih sebenarnya?
Maka izinkan saya bentangkan logika ini, dan silahkan bantah kalau fundamental-fundamental penyusun logikanya runtuh. Mohon jangan bergerak terlalu jauh sampai-sampai saya dianggap mbalelo atau makar segala nanti, nauzubillah.
- Cairan Disinfectant itu berbahaya untuk kulit
Dari sejak saya tingkat 1 berkuliah di kampus dan ambil Jurusan kimia, saya udah tahu kalau itu berbahaya untuk kulit kalau terpapar lama.
Tapi come on:
- bukankah chemotherapy juga berbahaya bagi tubuh? Tapi tetap dipakai kan?
- Apakah obat sakit kepala seperti Paramex benar-benar mengobati sakit kepala? itu pain killer!
Mbok ya logika yang sama di pakai disini pak / bu. Ada kepentingan mendesak bahwa itu perlu dipakai, manfaat jauh lebih penting dari resiko.
Dan kata-kata si teman pejabat: Ndar, kami Udah pakai full cover dari atas kepala sampai mata kaki. Si Disinfectant itu akan mengenai lapisan terluar pakaian kami kok, bukan kulit kami. Tapi kalau disemprotkan, akan mengurangi kemungkinan kami pindahkan ke lantai, gagang pintu dan dinding
2. Tapi si Disinfectant itu memang berbahaya bagi kulit
2. Tapi si Disinfectant itu memang berbahaya bagi kulit
Ah bandel. Memang berbahaya kalau dipakai lama-lama!, siapa yang membantah sih!
Itu pun kalau anda sempat berlama-lama memakainya bung!, kalau anda selamat tidak cepat-cepat dirangkul Covid 19.
Silahkan pilih, bisa berlama-lama atau gak sempat berlama-lama karena anda udah keburu dirangkul Covid 19
3. Disinfectant belum terbukti membunuh virus, terbuktinya untuk membunuh bakteri dan jamur.
3. Disinfectant belum terbukti membunuh virus, terbuktinya untuk membunuh bakteri dan jamur.
Jawaban saya:
- Disinfectant belum terbukti membunuh virus Covid 19. Jawabannya:
- logika nomor D diatas, memang belum ada yang confirm sebagai obat Covid-19. Anda mau berjudi menunggu?
- Dan selama menunggu gak mau pakai disinfectant? silahkan, semoga anda ada waktu untuk menunggu dan menyaksikan obat itu ditemukan
- Disinfectant baru teruji untuk membunuh bakteri / jamur, bukan Virus
Nah ini pertanyaan yang pintar dan memang salah satu topic diskusi yang cukup lama selama dua subuh ini. Salah satu guru kami, Profesor di Fakultas Farmasi menjelaskan dengan sederhana.
Mohon izin untuk kami paparka n.
Fundamental logika di point B dan C. Corona adalah sebuah virus dan virus itu butuh inang.
Inang yang dibutuhkan itu haruslah sesuatu yang bisa mensupply asam amino (dasar protein) sebagai ‘makanan’ si virus. Dan benda mati seperti kayu, logam, kertas, plastic, tidak bisa memberikannya.
Tetapi si bakteri dan jamur yang menempel di benda mati itu (logam, kertas, plastic dan kayu), bisa memberikan supply asam amino terhadap si virus Corona. Dan sepertinya virus ini merasa cukup dengan supply asam amino yang ‘ala kadarnya’ itu.
Jadi kalau anda membunuh bakteri dan jamur di benda mati itu, anda memutus kemungkinan dia menjadi inang untuk si virus
4. Apa kita harus pakai Disinfectant yang berbahaya?
4. Apa kita harus pakai Disinfectant yang berbahaya?
Ini yang saya tunggu-tunggu sebenarnya terkait himbauan pemerintah menggunakan Disinfectant Chamber.
Ada satu penjelasan yang tertinggal dalam himbauan itu. Harusnya di jelaskan bahwa yang berbahaya itu (dan kalau dipakai lama dan sering) Adalah cairan disinfectant terhadap kulit kita.
Untuk paramedis: wong udah pakai full cover dari atas ke bawah, si Disinfectant gak akan sentuh kulit mas bro!
Dan untuk masyarakat awam. Atau anda pakai baju lengan panjang lah. Karena tangan anda sih baru dicuci. Tapi logika point C, yang menakutkan dari corona adalah kemampuan dia bertahan di benda mati, ya tas anda, baju anda, Sepatu anda. Hmmm kapan terakhir kali tas anda di cuci? Apakah seperti tangan anda? Baru 1 jam yang lalu?
Dan mungkin kita tidak perlu pakai strong Disinfectant untuk masyarakat.
Maka kalau logika dasar point B diatas. Corona Virus Adalah sebuah Gugus lemak. Dan kita dianjurkan untuk cuci tangan selalu. Maka harusnya cukup di semprot cairan (kabut) sabun atau disinfectant dosis rendah atau material organic yang memiliki jejak bersifat sebagai disinfectant.
———————————————————————————————————————-
ISOLASI VIRUSNYA JUGA, BUKAN CUMA MANUSIANYA
Ini kalimat terakhir dari hasil diskusi dengan teman yang Dokter. Kita harus berpikir bagaimana mengisolasi si virus juga. Jadi setiap bergerak dan berpindah area, kita bersih-bersih, bukan tangan kita aja. Justru si benda mati yang berpotensi jadi carrier: tas, pallet dalam pergudangan, pakaian, keyboard computer dll. Gak perlu pakai cairan disinfectant konsentrasi tinggi, tapi sering.
Silahkan dicerna semua logika itu dan mari berbuat, kalau anda setuju.
Kalau anda tidak setuju, bantah fundamental logika nya, dan BERIKAN alternative solusi.
Sekian.
Terimakasih pada guru-guru dan teman yang mendorong saya menulis ini. Semua ilmu dari mereka (Profesor, Dokter, Pejabat), saya hanya peramu menjadi sebuah tulisan.
0 Comments:
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home