Stigma penduduk lokal, pendatang dan Hijrah
Sebelumnya saya batasi dulu posisi saya di tulisan dibawah;
1. saya bukan pendukung ahok, bukan juga pembencinya
2. InsyaAllah saya tidak ada bakat SARA pada orang lain. Jika di negara ini SARA seringkali dikaitkan ke etnis cina (tiongkok),
- teman saya banyak cina,
- guru2 yang saya hormati; cina
- kolega saya bekerja banyak cina
- dan bahkan saya seringkali dikira cina hahahaha...padahal asli Minang
3. Dan yang pasti, saya juga prihatin dan sedih dengan situasi orang yang tergusur, terpaksa dipindahkan dari tempat dia bertempat tinggal sekarang. Karena pada satu dan lain situasi, di waktu kecil saya pernah mengerti apa artinya 'harus' pindah rumah dan efek panjang dari cerita, pesan orang tua atas tanah yang ditinggalkannya, sampai saat ini.
Cuma dalam satu renungan saya teringat bahwa Rasullullah itu juga berpindah (hijrah) dari kota kelahirannya - Makkah - menuju Madinah. Kalau kita lihat di google earth, jarak dua kota itu adalah 450 KM, jarak yang sangat jauh di zaman transportasi tercepat diukur dari berapa sehat unta atau kuda anda.
Dan dalam cerita lain, pengalaman saya merantau dari sumatera ke Jawa. Seorang yang berani meninggalkan kampung halamannya, mau tidak mau akan terpapar pada situasi yang menuntut daya survival lebih tinggi.
Jika di rumah sendiri, anda bisa tidur kalau capek senyaman dan selama anda mau, di rantau tidak bisa seperti itu, ingat anda harus bayar itu ruang yang anda tempati baik berupa kost, rumah kontrakan, KPR.
Jika di kampung dan rumah dari leluhur anda bisa bercocok tanam ala kadarnya, memelihara hewan yang gampang dipelihara seperti ayam dan bebek. Tidak demikian halnya di rantau.
Intinya, seorang yang hijrah, harus memikirkan kembali kebutuhan-kebutuhan mendasar untuk bertahan; makan, tempat tinggal, pakaian. Sementara orang yang tinggal di rumah leluhurnya, sebagian besar sudah memiliki hal ini.
Orang yang hijrah 'dipaksa' oleh keadaan untuk berpikir setiap hari untuk survive. Dan akhirnya dia berusaha lebih banyak, dan pada gilirannya kadang lebih survive.
Jadi, saya rasa setiap pribadi kita harus hijrah dalam arti kata benar-benar pindah. Janganlah anda tinggal dari kecil sampai tua pada kota yang sama tempat anda dilahirkan dan dibesarkan oleh orang tua anda. Arungi dunia, dan kita pun akan saling mengenal satu sama lain. Jika semua umat manusia memberanikan diri untuk hijrah, maka sekat-sekat pribumi dan pendatang akan menghilang. Dan penggusuran terhadap pribumi seharusnya hanya akan kita lihat dari catatan sejarah di museum-museum.
Semoga anak-anak ku berani berhijrah dari kota dimana aku besarkan dia nantinya. dan
Semoga sebagai orang tua, aku diberikan kekuatan melepas mereka, seperti orang tua ku melepas ku dulu.
1 Comments:
Sangat2 mencerahkan ....Kereeen...
Post a Comment
Subscribe to Post Comments [Atom]
<< Home